Kamis, 04 Maret 2010

komersiliasi oalahraga basket

Komersialisasi Olahraga Bola Basket Dan Hubungan Sosial Dalam Liga Bola Basket Nasional

ABSTRAKSI
LIBAMA merupakan kompetisi olahraga bola basket mahasiswa. Menurut Simmel, kompetisi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang terjadi ketika suatu kelompok berusaha meraih suatu tujuan tanpa menggunakan kekuatan tertentu yang ditujukan kepada lawannya secara langsung. Maka, tidak hanya menjalankan fungsi utamanya sebagai wadah kompetisi bola basket mahasiswa, dinamika yang ada di dalam LIBAMA menjadi suatu bentuk interaksi sosial antar anggota-anggota yang ada di dalamnya, yaitu PERBASI; dan tim-tim basket perguruan tinggi.
Pada perkembangannya, muncul kelompok sosial baru yang kemudian turut mempengaruhi bentuk hubungan sosial ada di dalam kompetisi LIBAMA. Kelompok sosial tersebut adalah sponsor/promotor dengan kepentingan komersialnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komersialisasi didefinisikan sebagai “perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan.” Dimana tidak lagi menjadi sekedar kegiatan waktu luang, olahraga bola basket kemudian dipandang sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan.
Masuknya kelompok sosial lain yang mengakibatkan berubahnya cara pandang terhadap olahraga bola basket tentu akan berdampak pada bentuk interaksi yang ada di dalam kompetisi LIBAMA itu sendiri. Maka, bagaimana perubahan cara pandang dan bentuk interaksi yang ada di dalam kompetisi LIBAMA menjadi hal yang penting untuk dikaji.

LATAR BELAKANG
Industrialisasi merupakan proses yang telah berjalan selama lebih dari dua abad. Tidak hanya berdampak pada perubahan sistem produksi masyarakat, proses yang diawali oleh revolusi industri yang terjadi di Inggris pada abad XVIII tersebut juga berdampak pada keseluruhan kehidupan sosial masyarakat. Meskipun pada awalnya revolusi industri hanya berdampak pada proses produksi seperti dimana suatu barang diproduksi atau bagaimana suatu barang diproduksi, efisiensi proses produksi melalui pemusatan kegiatan produksi dan bisnis ke daerah-daerah tertentu mendorong orang-orang untuk berpindah dari daerah rural ke daerah urban untuk bekerja. Dan pada gilirannya, proses urbanisasi tersebut kemudian mendorong orang untuk mengembangkan cara-cara baru untuk berbisnis. Perkembangan bisnis tersebut-lah yang kemudian memicu berbagai macam proses lainnya seperti industrialisasi, kapitalisasi dan profesionalisasi di hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk didalamnya ritus waktu luang.
Ritus waktu luang yang merupakan bagian dari kebudayaan manusia kini telah menjelma menjadi industri yang secara ekonomis menjanjikan. Tidak lagi menjadi hal yang eksklusif dimiliki dan dinikmati oleh kelompok sosial tertentu, ritus-ritus waktu luang kini telah menjadi bagian dari budaya massa yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Namun industrialisasi juga memiliki dampak buruk. Nilai-nilai ideal yang dikandung oleh ritus-ritus waktu luang menjadi luntur dan digantikan oleh nilai-nilai yang lebih bersifat pragmatis. Ritus waktu luang hanya menjadi komoditas yang memiliki nilai ekonomis.
Tereduksinya nilai-nilai ideal ritus waktu luang dapat dilihat pada ritus olahraga. Di banyak kebudayaan olahraga merupakan ritus sosio-kultural suatu masyarakat. Sebagaimana terlihat pada masyarakat Yunani Kuno. Melalui olahraga, masyarakat Yunani Kuno menunjukkan penghormatannya kepada Dewa Zeus. Namun kini industrialisasi olahraga telah menjadikan olahraga sebagai “lapangan kerja”. Orang tidak lagi menggunakan olahraga sebagai ritus yang memiliki nilai dan tujuan yang bersifat spiritual atau transenden melainkan sebagai sebuah kegiatan untuk memperoleh penghasilan. Nilai-nilai seperti sportifitas dan prestasi yang ada di dalam olah raga kini digantikan oleh nilai-nilai kapitalistik. Sehingga kompetisi dan kemenangan tidak lagi hanya diartikan sebagai prestasi dan kebanggaan. Dalam logika kapitalistik, kompetisi dan kemenangan berarti pekerjaan dan pendapatan. Olahraga tidak lagi sekedar menjadi ritus waktu luang, melainkan menjadi aktivitas komersial.
Bola basket termasuk cabang olahraga yang telah mengalami proses komersialisasi. Olahraga yang diciptakan oleh seorang pastor asal Kanada yang bernama Dr. James Naismith pada tahun 1891 ini pertama kali dimainkan untuk mengisi waktu luang para murid Young Men Christian Association (YMCA) di Springfield, Massachusetts. Sementara bola basket untuk pertama kalinya dipertan-dingkan secara resmi pada tahun 20 Januari 1892. Bola basket kemudian menjadi olahraga yang populer di Amerika Serikat.
Di Indonesia, olahraga bola basket pertamakali diperkenalkan oleh pedagang Cina yang merantau ke Indonesia sekitar tahun 1920. Maka tak mengherankan jika olahraga ini pada awalnya banyak dimainkan oleh murid-murid sekolah Cina di Indonesia. Pada tahun 1951, Maladi sebagai tokoh olahraga di Komite Olimpiade Indonesia yang kemudian menjadi Menteri Olahraga, meminta kepada Tonny Wen dan Wim Latumeten untuk membentuk organisasi bola basket. Hingga pada tahun 1955 Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (PERBASI) didirikan dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai satu-satunya organisasi yang menaungi seluruh kegiatan perbolabasketan di Indonesia. Sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas pembinaan olahraga bola basket, PERBASI terus berupaya membenahi sistem pembinaannya. Dan dalam dunia olahraga, media pembinaan terbaik adalah kompetisi. Maka, untuk tujuan tersebut, PERBASI menggulirkan Kompetisi Bola Basket Utama (KOBATAMA) untuk pertama kalinya pada tanggal 3 April 1982.
Namun perjalanan KOBATAMA tidak-lah mulus. Terkendala oleh dana, KOBATAMA berjalan terseok-seok. Pada KOBATAMA pertama saja, tim-tim peserta dikenai biaya administrasi sebesar Rp 1.000.000 untuk membayar honor pengawas pertandingan; petugas sekretariat; wasit; dan sebagainya. Baru pada tahun 1994 KOBATAMA mendapat angin segar dengan konsep sponsorship. Dimana sponsor event diharuskan untuk membiayai seluruh rencana putaran KOBATAMA. Dan pada KOBATAMA tahun 1994, Surya Citra Televisi (SCTV)-lah yang terpilih sebagai sponsor KOBATAMA dengan dana sebesar Rp 400 juta.
Oleh PERBASI, hasil KOBATAMA 1994 dinilai memuaskan. Terbentuknya komunitas-komunitas bola basket mulai dari pelajar sekolah dasar hingga mahasiswa perguruan tinggi kiranya dapat menjadi indikator kesuksesan KOBATAMA dalam me-massal-kan olahraga bola basket. Sementara, dinamika dunia perbolabasketan yang ada di dalam komunitas bola basket mahasiswa menjadi fenomena yang menarik perhatian PERBASI. Sehingga pada awal tahun ’90-an PERBASI mulai menyelenggarakan kompetisi-kompetisi bola basket untuk mahasiswa.
Adalah Liga Basket Mahasiswa (LIBAMA) kompetisi bola basket antar perguruan tinggi se-Indonesia yang resmi diselenggarakan oleh PERBASI. LIBAMA, yang dapat dikatakan sebagai kompetisinya mahasiswa, merupakan kompetisi yang bertujuan untuk pembinaan dikarenakan kompetisi ini nantinya diharapkan dapat menciptakan atlet-atlet bola basket yang berbakat hasil dari perguruan tinggi itu sendiri. Hal ini ditunjang dengan adanya realita bahwa kompetisi ini bersifat amatir sehingga kebanggan seorang atlet mahasiswa dalam membawa nama institusi yang telah membina menjadi motivasi utama dalam pencapaian prestasi.
Sejarah berdirinya LIBAMA dimulai pada era ’90-an dan terus mengalami proses perbaikan sampai sekarang. Dimulai pada periode 1990-1995, kompetisi bola basket mahasiswa belum begitu teratur seperti saat ini. Pada periode tersebut kompetisi-kompetisi bola basket mahasiswa hanya dilakukan melalui turnamen-turnamen kecil seperti kompetisi antar perguruan tinggi negeri ataupun kompetisi antar fakultas-fakultas yang diselenggarakan secara regional. Bentuknya-pun masih berupa invitasi atau turnamen. Sehingga pada periode tersebut kompetisi basket tidak berjalan secara teratur.
Pada periode 1996-1997 lahir Liga Mahasiswa Indonesia (LMI) yang dipelopori oleh Ary Sudarsono yang bekerjasama dengan salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, yaitu RCTI. Di sinilah awal komersialisasi basket mahasiswa. Dengan bekerja sama dengan RCTI, basket mahasiswa mulai terekspos dan dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun sayang pada tahun 1998 LMI berhenti dikarenakan krisis moneter yang melanda Indonesia.
Pada tahun 1999 PENGDA PERBASI Yogyakarta menyelenggarakan LIBAMA Daerah yang berkomitmen pada penyelenggaraan kompetisi bola basket tingkat mahasiswa secara teratur dan terprogram setiap tahunnya. Berkaca dari Pengurus Daerah (PENGDA) PERBASI Yogyakarta, PB PERBASI kemudian memutuskan untuk mengadakan kompetisi LIBAMA serupa di Yogyakarta namun pada tingkat nasional. Maka, pada tahun 2000 PB. PERBASI mengadakan LIBAMA Nasional untuk pertama kalinya. Pada kompetisis LIBAMA Nasional yang pertama kalinya tersebut, PB. PERBASI meminta PENGDA PERBASI mengirimkan tim-tim basket yang mewakili daerahnya untuk berlaga di LIBAMA Nasional. Sehingga, mau-tidak mau PENGDA PERBASI menyelenggarakan LIBAMA Daerah sebagai ajang seleksi tim-tim yang akan dikirim untuk bertanding di LIBAMA Nasional. Kompetisi bola basket berbentuk turnamen ini terus diselenggarakan hingga tahun 2003. Baru mulai tahun 2004 kompetisi LIBAMA benar-benar menggunakan sistem liga dengan mekanisme promosi dan degradasi. Perubahan format kompetisi bola basket tingkat mahasiswa tersebut diharapakan dapat membawa perbaikan dalam dunia perbola-basketan mahasiswa.
Sebagaimana namanya, LIBAMA merupakan suatu kompetisi dengan format liga. Berbeda dengan format kompetisi lainnya, seperti turnamen ataupun invitasi, dalam liga setiap kompetitor/peserta merupakan stakeholder. Setiap peserta memiliki bargainning position dalam menentukan setiap kebijakan yang berhubungan dengan penyelenggaraan kompetisi. Hal semacam itu tidak terdapat di dalam sebuah kompetisi yang menggunakan format invitasi maupun turnamen. Dalam format invitasi maupun turnamen, pengambilan kebijakan bersifat top-down. Peserta tidak memiliki hak untuk turut menentukan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan penyelenggaraan kompetisi tersebut. Penentuan kebijakan dalam invitasi maupun turnamen mutlak dimiliki oleh penyelenggara.
Menurut Georg Simmel titik tolak dalam Sosiologi adalah konsep interaksi sosial dari sejumlah individu dan kelompok yang berfungsi sebagai kesatuan, dan bukan konsep masyarakat yang selama ini berlaku. Karena apa yang disebut sebagai masyarakat sesungguhnya hanyalah sebuah nama bagi sejumlah individu yang berhubungan melalui interaksi (Wechselwirkung). Sehingga menurut Simmel basis penelitian sosiologi adalah tentang bentuk-bentuk interaksi atau bentuk-bentuk sosial, atau dalam konsepsi Simmel bentuk-bentuk sosiasi . Dan dalam kaitannya dengan LIBAMA, konsepsi Simmel mengenai kompetisi kiranya menjadikan LIBAMA sebagai obyek kajian yang relevan dengan Sosiologi. Menurut Simmel, kompetisi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang terjadi ketika suatu kelompok berusaha meraih suatu tujuan tanpa menggunakan kekuatan tertentu yang ditujukan kepada lawannya secara langsung. Maka, tidak hanya menjalankan fungsi utamanya sebagai wadah kompetisi bola basket mahasiswa, LIBAMA –dengan dinamika yang ada di dalamnya- juga menjadi sebuah sosiasi. Dinamika yang ada di dalam LIBAMA menjadi suatu bentuk interaksi sosial antar anggota-anggota yang ada di dalamnya.
Dalam kasus LIBAMA, kelompok-lelompok sosial yang berada di dalamnya dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok besar, yaitu PERBASI; sponsor; dan tim-tim basket universitas. Dengan tiga kelompok sosial besar yang ada di dalamnya, LIBAMA menjadi tempat bertemunya kepentingan-kepentingan tiap-tiap kelompok tersebut. Hal tersebut tentu saja akan berpengaruh terhadap bentuk interaksi sosial yang ada di dalam LIBAMA. Maka, mengkaji bagaimana bentuk interaksi yang ada di dalam LIBAMA kiranya menjadi hal yang penting.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar